Peran Sentral Guru Pendidikan Karakter Anak


“Membangun Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Guru Pendidikan Dasar” adalah tema yang diusung Kemdikbud dalam peringatan Hari Guru Nasional tahun 2017 tanggal 25 November lalu. Mengapa tema tersebut yang di usung? Mengapa pula harus guru dikdas?

Pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan
Kegiatan Pramuka, salah satu bentuk pendidikan karakter di sekolah

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) memang bukan kebijakan baru, karena sejak tahun 2010 pendidikan karakter di sekolah sudah menjadi gerakan nasional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya, mulai tahun ajaran 2016 mulai mencanangkan Gerakan PPK secara bertahap. Mendikbud berpendapat “Hanya dengan karakter yang kuat dan kompetensi yang tinggilah jati diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab berbagai tantangan era abad 21. Untuk itu, pendidikan nasional harus berfokus pada penguatan karakter di samping pembentukan kompetensi” (Kemdikbud, 2016). Dalam gerakan PPK, satuan pendidikan dianggap memiliki peran strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena sekolah memiliki sistem, infrastruktur, dan dukungan ekosistem pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari perkotaan sampai pedesaan.
Perlukan pendidikan karakter tersebut? Bukankah bangsa kita sejak dahulu terkenal sebagai bangsa yang ramah dan santun dalam berperilaku? Bukankah Kita Bangsa yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah untuk mufakat, toleransi dan gotong royong? Apakah nilai-nilai tersebut sudah terkikis habis dari bangsa Kita?
Mungkin belum terkikis habis, namun tingginya tingkat kriminalitas, ketidakadilan hukum, pergaulan bebas, narkoba, pornografi, pornoaksi , korupsi, manipulasi, kekerasan, kerusuhan, tawuran, menandakan telah semakin terkikisnya jati diri dan karakter bangsa. Sedangkan UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungg jawab ”. Implikasi dari peraturan perundang-undangan tersebut adalah keharusan untuk mengembangkan pendidikan yang seimbang antara potensi peserta didik pada aspek intelektual dan aspek karakter atau akhlak mulia. Jadi pendidikan harus mencakup tiga ranah, baik ranah afektif (sikap/ perilaku), kognitif (kemampuan berpikir), dan psikomotor (ketrampilan).
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Jadi, kemampuan afektif(sikap/ perilaku) merupakan kemampuan yang penting, namun implementasinya masih kurang.
Beberapa masalah yang perlu menjadi perhatian kita bersama antara lain: (1) Bagaimanakah membangun karakter peseta didik melalui keteladanan? (2) Bagaimanakah membangun karakter peserta didik melalui pembiasaan; (Bagaimankah amembangun karakter peserta didik melalui praktik baik guru dalam pemeblajaran?
Karakter dapat diartikan sebagai tabuiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, moral. Akhlak, atau budi pekerti.
Membangun karakter tidak semudah memeberi nasihat, tidak semudah memberi instruksi, tapi memerlukan kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan.
Pendidikan karakter merupakan landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masysrakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab.
Adapun beberapa tolak ukur keberhasilan pedidikan karakter antara lain:
  • Meningkatnya kesadaran, kejujuran, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kreativitas, keperdulian, gotong-royong, kebersihan, perilaku santun, ketertiban, dan kedisiplinan.
  • Menurunnya tingkat kenakalan  remaja dan pemuda baik secara kuantitatif maupun kualitatif.


Strategi pendidikan karakter:
1.       Keteladanan
Guru harus bisa menjadi teladan, jika guru melakukan kesalahan, kesalahan ersebut sangat mungkin akan diikuti oleh siswa.
Guru harus menjadi sosok yang “titah”nya digugu dan “akhlak”nya ditiru, bukan sosok yang wagu dan saru. Tugas guru tidak hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik. Mengajar artinya memfasilitasi dan memediasi sampainya iptek, sedangkan mendidikartinya upaya meneladankan atau mencontohkan nilai-nilai, perilaku baik, sopan santun, tanggung jawab, disiplin, jujur, dll.
Bagaimana sosok guru yang profesional dan teladan?
·         Memiliki kemampuan yangkemampuan optimal dalam mengajar
·         Menguasai materi bidang studi
·         Tidak gagap teknologi
·         Memiliki kemampuan memimpin
·    Mampu menjadi contoh bagi anak didik dan masyarakat dalam segala sikap dan perilaku.
Dengan kata lain, guru harus menguasai kompetensi kepribadian: menarik, empati, kolaboratif, suka menolong, menjadi panutan, komunikatif, kooperatif. Guru juga harus menguasain kompetensi sosial: (1)norma hukum dan sosial, rasa bangga, konsisten dengan norma; (2) mandiri dan etos kerja; (3)berpengaruh positif dan disegani; (4)norma religius dan keteladanan(5) jujur.

2Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis dilakukan dengan proses kegiatan atau aktivitas yang berulangulang, baik dilakukan secara bersama-samaataupun sendiri sendiri.
Kegiatan pembaiasaan yang dapa dilakukan: kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan terprogram, kegiatan keteladanan.

3Praktik guru dalam pembelajaran
melalui :
a.       Pengintegrasian karakter dalam pembelajaran
b.       Cara atau praktik guru menyelenggarakan pembelajaran.

0 komentar