Kalau kita bicara tentang Pahlawan, pasti pikiran kita akan disuguhkan dengan proses pengorbanan harta, jiwa dan pikiran mereka untuk orang lain yang jumlahnya besar.
Pahlawan adalah spesial bagi setiap negara dengan berbagai sejarah yang mengelilinginya. Diputuskan sebagai pahlawan oleh pemerintah, tentunya bukan karena alasan-alasan yang tidak logis, tetai berdasarkan kepada hasil dan usaha mereka terhadap bangsanya.
Diantara 80 Pahlawan Pergerakan Indonesia yang dikeluarkan Pemerintah tahun 2011, paling tidak menurut penulis ada 10 Pahlawan Nasional yang merepotkan Penjajah.
Kenapa disebut merepotkan ? Karena 10 Pahlawan ini dapat menguras Kas negara akibat perang yang berkepanjangan (Perang Gerilya). Bahkan Pemerintah Kolonial sampai berbuat yang tidak patut dilakukan oleh Kesatria dengan menangkap pemimpin Pemberontak ketika sedang berunding. Diala Pangeran Diponegoro msalnya.
berikut adalah 10 Pahlawan Pergerakan Indonesia yang merepotkan Penjajah :
- Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830) melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.
Perang Diponegoro sangat merugikan pemerintah Kolonial pada waktu itu sampai menghabiskan kas negara hanya untuk membiayai perang Gerliya ini. - Teuku Umar
Teuku Umar
Pada saat perang Aceh meletus pada 1873, Beliau ikut berjuang dengan pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya hanya 19 tahun. Awalnya beliau berjuang di kampung halamannya sendiri, tetapi dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong(kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Teuku Umar mencari taktik dan strategi baru untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda. Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer.
Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut]) sebagai tangan kanannya, dikabulkan. - Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880.
Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.
Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. - SisingaMangaraja XII
Sisingamangaraja XII
Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Di tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datanglah Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada tahun 1884. - Sultan HasanudinSultan Hasanuddin,
Sultan Hasanudin
Sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Muhammad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan sekaligus guru tarekat dari Syeikh Yusuf dan Sultan Hasanuddin.
Pada tahun 1666, Kompeni berusaha keras menguasai kerajaan-kerajaan kecil, tetapi tidak berhasil menaklukan Gowa. Setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, beliau berusaha keras menggabungkan kekuatan beberapa kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia timur untuk bersama-sama melawan Kompeni.
Pertempuran berlangsung di beberapa daerah, Kompeni dengan kekuatan pasukannya pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 mereka mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan,oleh karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara Batavia. Pertempuran terus kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin berusaha memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.- Tuanku Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol
Perang Padri meninggalkan kenangan sangat heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 18 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang berperang adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau Batak umumnya. Karena belanda berhasil memecah belah diantara mereka sehingga menjadi lemah.
Peperangan dimulai ketika, Kaum Paderi (pengikut ulama) berusaha menerapkan Syariat islam dan berkonfrontasi dengan kaum Adat yang tidak setuju, sehingga terjadilah perang saudara. Karena terdesak oleh kaum paderi, Kaum adat bekerjasama dengan Belanda untuk melawan kaum paderi pada tanggal 21 Februari 1821.
Campur tangan Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang, Dalam hal ini Kompeni melibatkan diri dalam perang karena "diundang" oleh kaum Adat.
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup tangguh sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk menundukkannya. Oleh sebab itu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824. Hal ini dimaklumi karena disaat bersamaan Batavia juga kehabisan dana dalam menghadapi peperangan lain di Eropah dan Jawa seperti Perang Diponegoro. Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belanda dengan menyerang nagari Pandai Sikek.
Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu sendiri. [5] Bersatunya kaum Adat dan kaum Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (Adat berdasarkan Agama, Agama berdasarkan Kitabullah (Al-Qur'an)). - Ir. Soekarno
Presiden pertama Indonesia
Ir. Soekarno
Beliau juga sangat gigih untuk memperjuangkan rakyatnya dan rakyat negara lain untuk lepas dari hegemoni penjajah yang menyengsarakan rakyat.
Dan tentunya beliau adalah Presiden pertama yang berhasil membangun indonesia diawal-awal kemerdekaan.
. - Panglima Jendral besar Sudirman
Jendral besar Sudirman
Beliau melakukan Long march perang gerilya yag panjang bersama pasukannya dan berhasil kembali ke Yogyakarta setelah Presiden Soekarno dikembalikan oleh belanda.
Yang sangat fenomental dari perjuangan beliau adalah dalam kondisi sakit parah, paru-paru beliau diangkat 1 karena menderita bronkitis kronis, masih tetap berjuang dan memimpin anak buahnya dengan ditandu.
Itulah yang membuat semangat dan Hebatnya anak buahnya sehingga dari anak buah dan ajudannya itu menjadi pemimpin2 yang cerdas seperti Letkol Soeharto , Kolonel Nasution dan berbagai perwira dibawahnya. Nama beliau diabadikan oleh TNI. - Bung Tomo
Bung Tomo
Berkat heroik beliau ini Tentara sekutu meninggalkan surabaya dan tidak berhasil menguasai jawa.
Beliau adalah pemuda yang tidak rela melihat Indonesia kembali dijajah oleh Sekutu yang berakibat kepada kesengsaraan.Untuk itulah beliau berjuang sampai titik darah penghabisan.
Walaupun perannya hanya sebentar, tetapi sangat mengesankan karena dari banyak korban jiwa tetapi mereka berhasil mengusir tentara sekutu.
.
- Jendral besar Nasution
Jendral besar AH Nasution
Beliau berhasil lolos dalam pembunuhan Jendral-jendral pro Soekarno oleh PKI.
1 komentar: