Pernahkah kamu dan teman atau keluargamu melakukan kegiatan bersama, seperti piknik, menengok teman yang sakit, melaksanakan kerja bakti, dan sebagainaya ? Tentu pernah bukan?
Dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi kepentingan bersama pasti akan ada hal-hal yang perlu dibicarakan dan diputuskan bersama. Sebagai contoh jika kita akan bersama-sama menengok orang yang sakit, kita perlu membicarakan waktu yang tepat, bagaimana kita pergi ke tempat tujuan, oleh-oleh apa yang akan dibawa, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak dibicaran terlebih dahulu, dapat dipastikan kalau kegiatan yang kita laksanakan tidak akan berjalan dengan lancar. Keputusan yang diambil bersama-sama karena menyangkut kepentingan orang banyak, disebut keputusan bersama.
Pengambilan keputusan bersama dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui musyawarah untuk mufakat dan voting (pemungutan suara). Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan musyawarah, mufakat, dan voting?
Musyawarah berasal darikata "syawara" ( bahasa Arab ) yang berarti berunding, urun rembug, mengatakan atau menyampaikan sesuatu. Musyawarah berarti suatu proses membicarakan suatu persoalan, dengan maksud mencapai kesepakatan bersama. Kesepakatan yang telah disetujui semua peserta dalam musyawarah di sebut mufakat. Sedangkan voting adalah pengambilan keputusan bersama dengan cara menghitung suara terbanyak. Pendapat yang disetujui mayoritas peserta akan ditetapkan sebagai keputusan bersama.
Musyawarah berasal darikata "syawara" ( bahasa Arab ) yang berarti berunding, urun rembug, mengatakan atau menyampaikan sesuatu. Musyawarah berarti suatu proses membicarakan suatu persoalan, dengan maksud mencapai kesepakatan bersama. Kesepakatan yang telah disetujui semua peserta dalam musyawarah di sebut mufakat. Sedangkan voting adalah pengambilan keputusan bersama dengan cara menghitung suara terbanyak. Pendapat yang disetujui mayoritas peserta akan ditetapkan sebagai keputusan bersama.
Kedua cara pengambilan keputusan bersama di atas, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Pada pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mufakat, kemungkinan terjadinya pertikaian dan perpecahan akan lebih kecil. Karena keputusan baru diambil jika telah dicapai kesepakatan dari semua peserta musyawarah ( dicapai mufakat ). Namun cara seperti ini akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan voting. Akan butuh waktu yang panjang untuk mencari jalan tengah yang dapat diterima semua pihak, apalagi jika peserta musyawarah jumlahnya banyak. Akan sangat sulit dicapai mufakat, karena semakin banyakorang pasti akan semakin banyak pendapat dan kepentingan.
Pada cara voting, keputusan akan dapat diambil dengan waktu yang lebih singkat, namun kemungkinan terjadinya ketidak puasan dari pihak yang kalah suara, jauh lebih besar. Pihak yang pendapatnya tidak disetujui akan dengan terpaksa menerima keputusan yang akhirnya diambil, sehingga bisa terjadi perpecahan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, kita sebagai bangsa yang berfalsafah Pancasila,kita harus lebih mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan bersama. Sila ke empat Pancasila berbunyi " Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan" Dalam Ketetapan MPR/ No.II/MPR/1999 Pasal 79 bahkan dijelaskan bahwa pengambilan keputusan pada asasnya diusahakan sejauh mungkin dengan musyawarah untuk mufakat, apabila hal ini tidak mungkin, putusan diambil berdasarkan suara terbanyak
Dalam pelaksanaan musyawarah, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menyampaikan usul atau saran, namun satu hal yang harus diingat, bahwa mufakat tidak dapat dicapai dalam musyawarah, jika setiap orang memaksakan agar pendapatnya disetujui. Setiap peserta musyawarah hendaknya lebih mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan. Meskipun Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 menjamin kebebasan setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, kita harus ingat bahwa orang lain memiliki hak yang sama dengan kita, jadi kebasan kita dibatasi kebebasan orang lain.Kita harus melaksanakan musyawarah dengan pikiran yang jernih, sehingga kita bisa dengan lapang dada menerima, jika pendapat orang lain lebih baik dari pendapat kita. Suatu keputusan yang telah diambil harus tetap diterima dan dilaksanakan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab, meskipun pada awalnya keputusan tersebut tidak sejalan dengan pendapat kita, kecuali jika kesepakatan yang diambil bertentangan dengan norma hukum dan norma agama. Bagaimanapun suatu keputusan bersama harus dapat dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Di samping berpikiran jernih, musyawarah hendaknya diliputi semangat kekeluargaan. Jika setiap orang menganggap bahwa semua peserta musyawarah adalah keluarga kita yang harus disayangi, dihormati, dan dijaga haknya, maka akan timbul rasa persaudaraan, dan saling menolong. Tidak akan ada sikap semena-mena terhadap orang lain. Dalam menghormati saudara kita selayaknya kita selalu menjaga perkataan dan sikap kita agar jangan sampai menyakiti orang lain.
Musyawarah untuk mufakat telah menjadi tradisi Bangsa Indonesia sejak dulu. Rembug Desa, Syuro, Kerapatan Nagari, adalah beberapa istilah daerah dalam menyebutkan musyawarah. Disamping dalam kegiatan sehari-hari, musyawarah juga perlu dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para wakil rakyat yang duduk di DPR, MPR, juga lembaga negara yang lain, sering kali melaksanakan rapat untuk memutuskan bebagai masalah. Namun karena jumlah peserta musyawarah mencapai ratusan bahkan ribuan orang, sangat sulit untuk mencapai mufakat. Pada kondisi seperti inilah voting dapat mrnjadi pilihan.
Jika tidak dilakukan voting kemungkinan untuk mengambil satu putusan saja akan memakan waktu berbulan-bulan. Jika hal itu terjadi, bagaimana jalannya pemerintahan? pasti kacau bukan?
Bagaimana voting atau pemungutan suara dilaksanakan?
Pengambilan keputusan bersama berdasarkan suara terbanyak dapat dinyataka sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai kourum, dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir. Kourum adalah jumlah paling sedikit dari peserta musyawarah yang harus hadir. Biasanya kourum dalam musyawarah adalah 2/3 dari total peserta yang berhak mengikuti musyawarah.Sebagai contoh, jika kelas V yang siswanya 30 anak akan mengadakan voting, setidaknya 20 siswa harus mengikuti rapat, dan keputusan yang diambil harus dapat disetujui setidaknya 11 siswa .
Sebelum memulai pemungutan suara, para peserta dipersilahkan mengajukan usulan, usulan-usulan tersebut kemudian diajukan lagi kepada para peserta rapat. Setiap peserta rapat dipersilahkan usulan atau pendapat mana yang lebih disetujui. Jika jumlah peserta rapat tidak terlampau banyak, peserta dapat mengungkapkan memilih secara lisan, atau isyarat, seperti dengan cara menunjukkan jari. Bila tidak memungkinkan pilihan dapat ditulis pada kertas suara, yang kemudian dihitung.
Referensi :
http://t0.gstatic.com/images
2 komentar