Ragam Hias Nusantara pada Kain Tradisional


Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya akan menjadi pola yang diulang-ulang dalam suatu karya kerajinan atau seni. Karya ini dapat berupa tenunan, tulisan pada kain (misalnya batik), songket, ukiran, atau pahatan pada kayu/batu.

Variasi ragam hias biasanya khas untuk suatu unit budaya pada era tertentu, sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para sejarahwan atau arkeolog.
Ragam hias Nusantara dapat ditemukan pada motif batik, tenunan, anyaman, tembikar, ukiran kayu, dan pahatan batu. Ragam hias ini muncul dalam bentuk-bentuk dasar yang sama namun dengan variasi yang khas untuk setiap daerah. Dalam karya kerajinan atau seni Nusantara tradisional, sering kali terdapat makna spiritual yang dituangkan dalam stilisasi ragam hias.

Terdapat ragam hias asli Nusantara, yang biasanya merupakan stilisasi dari bentuk alam atau makhluk hidup (termasuk manusia), dan ada pula ragam hias adaptasi pengaruh budaya luar, seperti dari Tiongkok, India, Persia, serta Barat.

Beberapa contoh ragam hias nusantara khususnya pada motif kain diantanya:

1.  Sarung wanita Sabu 



Suku kecil (Hubi iki) menggunakan ragam hias geometris pada sarung wanita, dalam bahasa Sabu disebut Ledo. Orang Sabu mengenal tiga warna dasar tenunan yaitu putih, coklat dan biru-hitam, sesuai jenis tumbuhan untuk mewarnakan benang sama dengan daerah lainnya. Perbedaan terletak pada cerah atau suramnya warna yang umumnya disukai oleh suku yang bersangkutan. Ragam hias bunga melata merupakan inspirasi dari pengaruh Belanda melalui gambar-gambar dalam buku-buku sulaman, kemudian disesuaikan dengan baik ke dalam gaya tenunan asli Sabu. Cara penggunaan sarung wanita Sabu yang asli, dengan bantuan tali ikatannya di pinggang, sesudah itu dilipat ke depan agar motif ikatnya tampak, dan dikencangkan ikatan di dada. Untuk malam hari ditambah selendang menutup belakang dan kedua ujungnya menggantung ke depan. Bagi orang tua, istri guru, istri pendeta dan istri raja menggunakan kebaya. Pada bulan purnama penuh masyarkat Pulau Sabu berkumpul di pantai untuk menari Pado'a. Pria menggunakan selimut tenun yang dililitkan di pinggang dan mengenakan selendang. Para ibu mengenakan sarung dan selendang menutupi belakang dan dada. seorang wanita yang belum nikah lebih sering mengenakan sarung tenun yang menutup sampai dada. Para pemuda mengenakan tenun yang indah misalnya dengan motif Huri Ae-Hubi ae yaitu kembang besar atau Huni iki-huri iki kembang kecil.

2. Batik Cap dari Cirebon





Batik dapat dibuat dengan berbagai cara, selain menggunakan sebagai alat berupa canting. Batik khas Cirebon dibuat dengan cara mengecap sehingga dikenal sebagai Batik Cap. Motif yang menjadi ciri Batik Cirebon adalah motif tumbuhan yang terdiri dari bunga, daun, dan tangkai dan jika akan dikelompokkan menjadi karangan bunga yang indah.


3. Motif batik Lampung




Motif Lampung memiliki keunikan tersendiri yang sangat berbeda dengan motif wilayah lain yang ada di indonesia, merunut sejarah Lampung mulai mengenal seni tekstil sejak abad ke 18 bertepatan dengan masuknya pengaruh kebudayaan India yang mulai masuk ke perairan Sumatera sehingga pengaruh motif-motif Budha sangat kental di dalamnya. Motif yang paling terkenal dan menjadi rebutan para kolektor asing adalah motif perahu dan “pohon kehidupan” dua motif ini menjadi sangat khas bagi kebudayaan Lampung dan merupakan trade mark Lampung di mata dunia internasional.




4. Batik Sogo Pipit
Batik Sogo Pipit merupakan batik tradisional Tuban. Motifnya terdiri dari: motif suluran, daun bunga, dan burung phunik yang merupakan burung khas daerah Tuban. Dalam batik ini ditemukan pula motif bunga dan motif binatang yang bentuknya seperti ulat daun yang tampil dalam bentuk seperti steliren.







5. Batik Jawa Solo dan Yogyakarta

Motif Sidomukti
 Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Maka, setiap motif pada batik tradisional  selalu memiliki makna tersendiri. Pada motif batik, khususnya di Jawa Tengah, terutama Solo dan Yogyakarta, setiap gambar memiliki makna. Ini berhubungan dengan arti atau makna filosofis dalam kebudayaan Hindu-Jawa. Pada motif tertentu ada yang dianggap sakral dan hanya dapat dipakai pada kesempatan atau peristiwa tertentu.


Motif Ambarsari
Lihatlah motif Sida Mukti, yang secara harfiah berarti “menjadi berkecukupan, makmur”. Motif ini hanya boleh digunakan oleh kalangan keluarga keraton. Ada lagi motif Wahyu Tumurun (turunnya wahyu), yang digunakan hanya pada upacara jumenengan (perayaan ulang tahun naik tahta). Sementara motif Parang yang bernuansa cukup ramai, biasanya dipakai untuk acara pesta atau menghadiri suatu perayaan. Sedangkan untuk melayat, digunakan warna yang lebih lembut yaitu motif kawung. Keempat motif batik tersebut hanya diperuntukan bagi keluarga keraton, dan tidak boleh digunakan oleh rakyat jelata. Di luar empat motif batik tersebut, tentu masih terdapat banyak motif lain.

6. Batik Jombang
Pada awalnya motif batik Jombang menggunakan motif alam sekitar, yaitu dengan motif bunga melati, tebu, cengkeh, pohon jati dan lain sebagainya. Setiap motif yang diciptakan biasanya diberi nama, seperti cindenenan, peksi/burung hudroso, peksi manya dan turonggo seto (kuda putih). Kemudian Ibu Hj. Maniati bersama Ibu Bupati kabupaten Jombang (isteri Bupati/DO), bersepakat/setuju bahawa “Motif Batik Tulis Khas Jombang” diambil dari salah satu relief Candi Arimbi yang terletak di desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang. Candi Arimbi merupakan candi peninggalan kerajaan Majapahit.


7. Batik Gumelem
Batik Gumelem merupakan motif batik khas dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Corak batik Gumelem tidak lepas dari nuansa keratin dengan warna khasnya hitam, coklat, kuning/ putih, sehingga terkesan konservatif dan sangat spesifik. Namun demikian dengan munculnya pengrajin muda, maka corak Batik Gumelem saat ini telah mengalami banyak kemajuan. Secara umum corak dan warna Batik Gumelem dibedakan dalam dua golongan yaitu :

Corak Batik Klasik
Didominasi warna hitam, coklat tua dan putih/kuning, dengan variasi corak antara lain : motif Pring Ndapur,Gajah Ngguling,Kali Serayu, Udan Riris,Jahe Serimpang, Sida Mukti, Sekar Kuning,Gabah Wutah, Blaburan,Grinting, Buritan Galaran, Buntelan,Sido Luhur,Ukir Udar, Parang Angkuk,Parang Angkuk Siling,dan Kopi Pecah


Corak Batik Kontemporer
Didomiansi warna masa kini seperti ; merah, biru, hijau, dan warna-warna lain sesuai keinginan, dengan variasi corak antara lain :

Sawung Alit
Lumbu Pari
Kawung Ceplokan
Kantil Rinonce
Sekar Tirta
Pilih Tanding
Salak Rojo
Sekar Kinasih


8. Batik Bali
Batik Bali adalah perkawinan motif dalam negeri dan luar negeri.

Referensi dan gambar:
http://www.wikipedia.org
http://dewey.petra.ac.id
http://www.facebook.com/note.php?note_id=410812741116
http://01effendi.blogspot.com/2010/03/batik-gumelem-banjarnegara.html
http://batikgumelem.co.id/

1 komentar: